Saturday, February 18, 2006


The Power Of God
February, 18 06
05.30 wib

Sudah berulang kali Bunda menyuruhku membaca buku Pusaran Energi Ka’bah. Aku selalu bilang,
“iya, nanti Bunda..”
“satu-satu nih, buku yang kubaca belum selesai”. Sejuta alasan antara kemalasan dan kesenangan menghalangiku membuka buku itu. Sebenarnya membaca buku agama atau buku science manapun bukan pekerjaan yang menyenangkan waktu memulainya kan? Kecuali kalau kita sudah bisa menikmati isi di dalamnya.

Suatu hari seorang sahabat mengajakku diskusi tentang agama. Dan dia cerita buku itu lagi. Aku jadi teringat sesuatu. “yaaa…aku pernah tau judul buku itu, tapi dimana ya?”. Si sahabat bilang “wah, ceritanya bagus banget itu! Coba deh adek baca”. Itupun masih tidak terlalu kudengar. Hanya tertulis dalam satu catatan kecil di hati yang paling dalam –dalam sekali-, bahwa aku akan membacanya suatu hari nanti.

One day, hariku benar-benar kosong. No activity, no woman no cry (why should I cry? :P), no book to read, tiba-tiba aku melihat buku itu tergeletak di meja ‘inspirasiku’ –meja yang berisi semua alat2 elektronik seperti computer, speaker dan segala macam- aku berasumsi, ‘pasti ini niat Bunda mengingatkan aku!’ lalu aku mulai membaca. Halaman pertama -sesudah kata pengantar dan daftar isi tentunya-adalah membahas tentang pertanyaan seorang mualaf tentang “kenapa kita harus naik haji? Pergi ke mekkah?” well, jawabanku dan kebanyakan orang islam pasti menjawab “untuk memenuhi panggilan Allah datang ke baitullah” dan ternyata, bagaimanapun kekuatan kata-kata itu berada di benak kita sebagai kaum muslim, hal ini masih terasa absurd. Bagaimana kamu tahu kalau kamu dipanggil? Kenapa dan kenapa? Apalagi untuk seorang mualaf yang masih meraba raba kepercayaannya, ya kan?

Sang penulis juga menanyakan hal yang sama. Ternyata, perjalanan ke mekkah bukan sekedar sebuah perjalanan. Ini menyangkut semua hal tentang ilmu pengetahuan yang harus kita ketahui sebelum kita membahas “kenapa kita harus pergi ke mekkah?”. Allah SWT mengingatkan umatnya bahwa Islam bukan agama dogma di suratnya yaitu Al Baqarah 256 :

“Tidak ada paksaan dalam beragama, karena sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan sesat. Karena barang siapa yang ingkar kepada thaghuut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali Allah yang sangat kuat dan tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui”

aku jadi teringat seorang teman yang mengatakan ‘logika tidak ada kaitannya dengan iman’. Lalu kujawab tidak! Kita sama-sama percaya bahwa iman=percaya. Bagaimana kita –manusia berakal- bisa percaya bahwa apa yang kita percaya adalah sesuatu yang benar jika kita tidak mengetahui kebenarannya? Bisakah hanya disimpan dalam hati seperti yang dialami nabi pendahulu kita yang ditanamkan nur dalam sanubarinya atas ijin Allah SWT? ‘karena sudah jelas jalan yang benar dari jalan sesat’ –apabila kita mau mepelajarinya-

beliau –sang penulis- adalah seorang ilmuwan nuklir yang berusaha menyibak Al Qur’an melalui ilmu pengetahuan. Setiap kali aku membalik halaman demi halaman, bulu kudukku berdiri.

Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha berilmu- adalah kata yang tepat menggambarkan buku ini. Mengingatkan saya di Surat Luqmaan (31) : 27 :

“dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
Lalu dimanakah letak ilmu kita? Bunda bilang “..ketika tangan kita dimasukkan ke dalam lautan kemudian kita angkat, setetes air yang jatuh itulah ilmu kita dan lautan itu adalah ilmu Allah”

Comments: Post a Comment



<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?